Gerhana adalah astronomi yang terjadi ketika sebuah benda angkasa bergerak ke dalam bayangan sebuah benda angkasa lain. Gerhana bulan terjadi karena pancaran sinar matahari ke bulan terhalang oleh bumi sehingga bulan tidak dapat memantulkan cahaya seperti biasanya. Sedangkan gerhana matahari terjadi karena pancaran sinar matahari ke bumi terhalang oleh bulan. Namun, ternyata dahulu orang beranggapan lain tentang bagaimana terjadinya gerhana ini, sehingga banyak mitos-mitos yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya beredar dan diyakini sebagai penyebab terjadinya gerhana. Mitos Gerhana Disebabkan Oleh Raksasa Dahulu orang-orang beranggapan bahwa gerhana bulan dan gerhana matahari terjadi karena adanya raksasa yang melahap bulan dan matahari. Ketika raksasa itu menelan matahari, ternyata perutnya tidak mampu menerima panas dari matahari yang begitu panas. Raksasa tersebut pun memuntahkan kembali matahari. Lalu, suatu malam sang raksasa melihat benda bulat yang indah di langit yang tak lain adalah bulan. Raksasa tersebut kemudian menelan bulan, namun raksasa tersebut tetap merasa kepanasan karena cahaya bulan memantul ke dalam mulutnya. Akhirnya raksasa tersebut pun memuntahkan bulan kembali. Bulan pun lalu lari dari hadapan raksasa dan kembali bersinar terang. Raksasa yang dendam karena gagal memakan keduanya pun terus mencari-cari bulan dan matahari. Oleh karena itu gerhana terjadi berulang-ulang. Gerhana tersebut terjadi setiap jika sang raksasa bertemu matahari atau bulan, karena dia akan menelannya. Jika raksasa jahat itu tidak bertemu matahari atau bulan, gerhana tidak akan terjadi. Mitos Gerhana Disebabkan Karena Matahari dan Bulan Bertengkar Mitos kedua mengatakan gerhana terjadi karena saat matahari bertemu dengan bulan dan mereka akan bertengkar. Awal mula permusuhan matahari dan bulan ini dimulai pada suatu hari saat matahari bertemu dengan bulan. Matahari dan bulan adalah dua sahabat baik. Mereka sudah lama berpisah karena berputar di lain waktu. Matahari berputar di waktu siang sedangkan bulan berputar di waktu malam. Konon matahari mempunyai anak, sedangkan bulan juga mempunyai anak, yaitu bintang. Suatu hari mereka bertemu dan terjadi dialog dimana matahari menanyakan tentang sinar bulan yang begitu terang benderang dan indah di malam hari. Bulan pun berkata bahwa cahayanya dapat begitu indah karena bulan telah memakan semua anak-anaknya yaitu bintang sehingga semua cahaya bintang dapat bersatu dengan dirinya dan membuatnya semakin indah. Lalu sang bulan pun menganjurkan matahari untuk melakukan hal serupa. Matahari pun terbujuk sehingga ia menelan habis semua anak-anaknya. Namun tiga malam berselang, matahari melihat anak sang bulan yaitu bintang muncul sangat banyak. Matahari pun lalu marah karena ia baru saja sadar bahwa dirinya telah ditipu oleh bulan. Matahari lalu mencari-cari sang bulan dan ketika betemu mereka pun akan berkelahi. Perkelahian mereka inilah yang menyebabkan terjadinya gerhana. Untuk mendamaikan keduanya, bayak mitos yang bermunculan di masyarakat. Dalam sebagian masyarakat Aceh di perkampungan, mereka akan membakar cabai merah. Konon, bau cabai merah yang terbakar akan terbang sampai ke langit dan tercium oleh matahari dan bulan. Matahari maupun bulan sangat takut jika mencium bau cabai terbakar karena mereka mengira bahwa raksasa sedang menggoreng cabai sebagai bumbu untuk menyantap mereka. Maka larilah bulan ke peraduannya dan matahari ke singgasananya dan gerhana pun akan reda. Cara kedua dilakukan sebagian masyarakat dengan memukul-mukul kaleng beras (dalam sebagian masyarakat Aceh, beras disimpan dalam kaleng agar tidak diserang hama kutu). Kaleng beras tersebut kemudian akan dikosongkan dan dibawa lari sepanjang jalan di depan rumah masing-masing sambil terus dipukuli seperti orang menabuh genderang. Menurut masyarakat yang melakukan itu, bulan dan matahari akan mengira kalau suara itu adalah langkah raksasa sehingga keduanya akan lari menyelamatkan diri. Mitos Gerhana Disebabkan Oleh Siluman Berwujud Kepala Tanpa Badan Dikisahkan seorang raja siluman raksasa yang sakti mandraguna yang bernama Prabu Kalarahu. Ia merupakan penguasa antariksa dan sedang mencoba mencari air sumber kehidupan (tirta amerta) yang konon mampu menghidupkan orang yang telah meninggal dan juga menjadikan orang yang meminumnya hidup kekal sepanjang masa. Air suci tersebut hanya dimiliki oleh para Dewa. Dengan cara bersembunyi di kegelapan malam, raja siluman tersebut lalu menantikan saat-saat lengahnya para Dewa. Ketika para Dewa sedang lengah, dengan tergesa ia mengambil tirta amerta dan meminumnya. Namun baru seteguk dan belum sempat menelannya, Bhatara Candra sang Dewa Bulan pun memergokinya. Kalarahu pun kabur dan Bhatara Candra mengejarnya hingga akhirnya Kalarahu bersembunyi, tetapi tempat persembunyian itupun diketahui oleh Bhatara Candra yang kemudian melaporkan seluruh kejadian tersebut kepada Bhatara Guru. Bhatara Guru segera memerintahkan Bhatara Wisnu untuk memburu Kalarahu, dengan bersenjatakan cakra akhirnya Bhatara Wisnu mampu mengalahkan raja siluman itu yang kemudian memenggal kepalanya, dan tubuhnya terhempas jatuh ke bumi. Potongan tubuh kalarahu selanjutnya menjelma menjadi sebuah lesung penumbuk padi, sedangkan potongan kepalanya tetap hidup, melayang-layang di angkasa karena ia telah sempat meminum seteguk air kehidupan. Sejak saat itu, Prabu Kalarahu merasa dendam kepada Bhatara Candra. Ia yang kini hanya berwujud potongan kepala tanpa badan itu selalu mengintai hendak memangsa Bhatara Candra sang Dewa bulan. Setiap ada kesempatan ia pun selalu memangsa Bhatara Candra (bulan). Namun karena ia hanya berupa siluman berwujud kepala tanpa tubuh, maka setiap ia memangsa bulan, bulan pun akan muncul kembali ketika telah melewati leher sang siluman. Sampai saat ini, sebagian masyarakat pedesaan di Pulau Jawa dan Pulau Bali mempercayai sebuah mitos bahwa bila terjadi gerhana bulan, mereka pun beramai-ramai menabuh lesung kayu dengan pukulan alu bertalu. Hal ini berkaitan dengan mitologi tentang Prabu Kalarahu ini, masyarakat berpendapat Prabu Kalarahu akan takut bilamana mendengar bunyi lesung di tabuh. Mitos Gerhana di Negara-Negara Lain Di India, saat gerhana terjadi, dipercaya bumi akan diselubungi kegelapan. Gerhana menciptakan medan energi negatif. Selain itu, kuman-kuman di atmosfer menjadi aktif, level kontaminasi kuman pun akan meningkat secara drastis. Selama terjadi gerhana tidak boleh makan atau memasak makanan. Makanan yang sudah dimasak sebelumnya pun harus dibuang karena telah tercemar oleh kuman. Di China, orang percaya bahwa seekor naga langit menelan bulan dan matahari yang menyebabkan terjadinya gerhana. Sampai abad ke 19, orang China biasa membunyikan petasan untuk menakut-nakuti sang naga. Selain itu, para pemanah harus melepaskan anak panahnya ke langit. Suku Indian di Amerika, juga percaya bahwa seekor naga lah yang membuat gerhana. Orang-orang pun membenamkan tubuh sampai leher di dalam air. Aksi yang dilakukan secara simultan ini dapat membantu matahari memerangi naga jahat yang memakan matahari. Di negeri matahari terbit, Jepang, orang percaya bahwa waktu gerhana ada racun yang disebarkan ke bumi. Dan untuk menghindari air di bumi terkontaminasi racun, mereka pun akan menutupi sumur-sumur mereka. Di Thailand, penyebab gerhana dikenal dengan sebutan Rahu (penguasa kegelapan) yang memiliki warna tubuh hitam. Itu sebabnya, semua obyek yang berwarna hitam menjadi barang laris yang dibeli saat gerhana, seperti ayam hitam, bir hitam, telur hitam, dan beras hitam. Mitos gerhana juga menyebar ke Eropa. Dikabarkan, Raja Louis dari Perancis wafat setelah mengamati gerhana di tahun 840 M. Konon ia begitu bingung saat kegelapan selama 5 menit dan meninggal karena ia begitu ketakutan. Ada lagi cerita menarik soal gerhana bulan. Cerita ini melibatkan sang penemu Benua Amerika, yaitu Christoper Colombus. Konon gerhana bulan lah yang menyelamatkan Columbus di Jamaica. Saat itu, perbekalan pasukan Columbus makin menipis, penduduk lokal enggan membagi bahan makanan milik mereka. Dengan berbekal almanac buatan Regiomontanus, Columbus mengetahui bahwa pada tanggal 29 Februari 1504 akan terjadi gerhana bulan total. Kepada pemimpin lokal, dia mengatakan bahwa Tuhan marah pada masyarakat lokal karena mereka tak mau memberikan bahan makanan mereka. Caranya, dengan melenyapkan bulan. Benar saja, bulan lenyap dari langit. Beberapa saat kemudian, bulan muncul dengan bentuknya yang mengerikan, merah seperti darah. Penduduk asli pun ketakutan dan menganggap apa yang dikatakan Columbus terbukti. Dari segala arah, penduduk mendatangi kapal Columbus, menyembah-nyembah, dan mempersembahkan berbagai bahan makanan, buah-buahan dan sayur mayur dengan harapan Tuhan tak lagi marah dan mengembalikan kondisi bulan. Baca Sampai Puas kalau Mau Copas Sertakan Sumbernya ya... |